25 Juni 2011

gak kalah penting.

hal yang menjadi kewajiban bagi seorang mahasiswa di Indonesia dalam menempuh kuliah strata satu adalah mengerjakan tugas akhir. di fakultas hukum di universitas dimana saya berkuliah, ada tiga jenis tugas akhir yang dapat dipilih oleh mahasiswanya. pertama adalah Skripsi, kemudian Legal Memorandum, dan yang terakhir adalah Studi Kasus.

saya memilih mengerjakan tugas akhir dengan jenis Studi Kasus, entah kenapa saya memilih jenis tugas akhir ini, mungkin saja karena kekecewaan saya karena telah beberapa kali gagal dalam mengajukan judul untuk pengerjaan tugas akhir jenis skripsi. :D

dalam semua proses yang berkaitan dengan perkuliahan, tentu memiliki hambatan - hambatan tersendiri yang menyebabkan tugas perkuliahan tersebut terbengkalai yang dapat menghambat masa depat cerah kita. termasuk dalam pengerjaan tugas akhir. bila saya menulis macam - macam hambatan yang timbul, maka saya yakin bahwa server blogger ini tidak sanggup untuk mengakomodir tulisan saya karena saking banyaknya hambatan dalam pengerjaan tugas akhir tersebut. halah.

untuk menghindari hal demikian, maka ada baiknya saya memberikan salah satu cara agar kita dapat terus ingat dan mau mengerjakan tugas akhir tersebut.

mungkin gambar ini bisa membantu anda untuk mengingatkan bahwa anda memiliki kewajiban yang harus dituntaskan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap diri sendiri, orang tua, serta orang yang kita sayangi.



silahkan save image. semoga bermanfaat.

12 Juni 2011

Pentingnya Manajemen Syahwat

Orriginally posted by Senowahyu

Syahwat itu ibarat anak kecil yang menetek, akan terus menetek selama belum disapih (diberhentikan)
. HM. Qalyubi AF


Hidup tidak cukup hanya dengan manajemen qalbu, tapi juga diperlukannya manajemen syahwat. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa manajemen qalbu masih sangat penting, karena segala aktivit badaniah merupakan refleksi hati. Oleh karena itu perlu kita memohon agar hati dijauhkan dari condong kepada kesesatan.

(Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, jangnlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: 8)


Jika manajemen qalbu lebih kepada pensucian batin, sedangkan manajemen syahwat lebih kepada sikap dan perbuatan. Keduanya saling menunjang. Bicara qalbu adalah bicara abstrak. Sedangkan syahwat baru akan nampak lebih dahsyat karena ia banyak “intervensi” dari luar; dorongan mata, dorongan anggota badan, keinginan, dan termasuk pihak luar yang bersifat godaan. Perbedaan lain yaitu syahwat lebih nyata (terlebih baik dan buruk) sehingga orang bisa menilai. Ketika berzina orang bisa menilai bahwa itu akibat syahwat yang tidak terkendali. Tetapi hati yang tahu hanya Allah dan diri kita. Ketika bersedekah maka yang tahu hanya dirinya dengan Allah, apakah sedekah tersebut ikhlas atau tidak. Allah swt berfirman: “Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.” (QS. Ali Imran: 119). Oleh krena itu yang perlu dikelola bukan hanya hati, tapi juga syahwat.

Mengelola Syahwat


Syahwat dan nafsu sebetulnya tidak jauh beda, bahkan cenderung lebih banyak sama. Hanya bedanya bila disebut syahwat konotasi orang lebih kepada seks. Sedangkan nafsu bisa juga kepada hal lain, nafsu makan, misalnya.

Saya ingin sedikit membedakan antara syahwat dan nafsu. Syahwat cenderung berada pada wilayah seks dan keinginan berdekatan, bersama, dan memiliki lawan penyaluran seks, secara resmi (menikah) ataupun tidak resmi (melacur). Sedangkan nafsu masuk pada dua wilayah. Dia bisa berada pada posisi maksiat, sehingga ada pendapat syahwat dan nafsu adalah sama. Dan posisi yang lain, nafsu berada pada kebaikan; nafsu makan, nafsu belajar, dan sebagainya. Oleh karena itu nafsu terbagi 3: (1). Nafsu Amarah yaitu cenderung kepada negatif. (2). Nafsu Lawamah, posisi pertengahan yaitu transisi menuju kepada nafsu yang paling bagus, yaitu nafsu muthma’inah. (3) Nafsu Muthma’inah, mengajak kebaikan.

Itulah diantaranya pesan Allah swt: ”Janganlah kamu mengikuti nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.” (QS. An-Nisa:135)

Oleh karena itu sangat diperlukan manajemen syahwat, yang paling utama bagaimana kita mengelola syahwat, yang tadinya berkonotasi buruk menjadi sesuatu yang berharga dalam hidup, yaitu dengan cara :

  1. Jadikan syahwat sebagai sarana yang mempunyai nilai ibadah

Syahwat yang tidak mempunyai nilai ibadah, jika kaitannya dengan seks, maka akan membawa kepada kebinasaan. Ada pertanyaan, apakah ada syahwat yang mempunyai nilai ibadah? Jawabnya tentu ada, yaitu berhubungan dengan istri.

Logikanya, jika ada keinginan untuk berpoligami, terutama karena kecantikan dan seks, sudahkah berpikir bahwa yang dimiliki wanita lain jugsama dimiliki istri kita. Coba perbaiki lebih dahulu ”kondisi” hubungan dengan istri. Lebih baik memperbaiki yang ada daripada memulai sesuatu yang baru. Kata seorang teman saya, kalau bisa ciptakan seperti kita berhubungan dengan wanita ”panggilan”. Walaupun menurut saya seorang istri tidak bisa disamakan dengan wanita panggilan. Tapi saya mengerti maksud dari ungkapannya itu, bahwa jika berhubungan dengan wanita lain, yang bukan istri sah, ada perasaan lebih ghirah. Sebab orang yang berbeda, suasana berbeda, dan ”cara” yang berbeda pula. Jika perlu begitulah dengan istri setiap ”pertemuan” harus mempunyai kesan yang selalu berbeda, sehingga timbul semangat yang berbeda.

  1. Menjaga pandangan

Sebenarnya masalah menjaga pandangan telah jelas dinytakan dalam Al-Qur’an. Pria dan wanita diminta untuk menjag pandangannya. Sesuai dengan firman Allah dalam QS. An-Nur:31.

Menjaga pandangan bagian dari usaha mengelola syahwat. Karena sumber aktivitas, kedua dari hati yaitu mata. Dan mata mempunyai hak untuk tidak memandang maksiat, untuk tidur dan sebagainya. Jika haknya tidak terpenuhi termasuk orang yang zalim terhp mata. Termasuk masalah poligami, cenderung pada mulanya lebih banyak intervensi mata daripada intervensi hati. Dan pada selanjutnya memang hati lebih banyak mempertimbangkan antara ”ya” dan ”tidak”.

Jika bicara mata lebih bijak apabila kerjanya untuk meningkatkan tensi bersyukurnya kepada Allah. Sesuai firman Allah dalam QS. Al-A’raf: 179)

  1. Memilih partner kerja dengan yang sejenis

Salah satu usaha memperkecil peluang kepada syahwat yang membawa kepada kemaksiatan, yaitu dengan tidak sering berpartner kepada lawan jenis. Jika itu harus terjadi karena 2 hal; memang harus bersamanya (mungkin karena profesinya) dan memang ia sudah merasa bisa mengatasi segala godaan. Hal ini bukan bermaksud memandang ”miring” lawab jenis kita, melainkan menyelamatkan diri dari syahwat yang membawa kepada maksiat, dan kita sadar masih sangat berat mengantisipasinya. Itu barangkali sebabnya, Rasulullah menyatakan, ”Seutama-utama jihad melawan hawa nafsu” (HR. Ibnu Najjar dari Abu Dzar, dalam kitab Jami’ush-Shaghir 1/49)

  1. Menjaga Hati

Semua cermin perbuatan kembalinya kepada hati. Karena baik dan buruk perbuatan sumbernya adalah hati. Apabila hati terkontaminasi dengan dorongan syahwat (dalam pengertian yang buruk) maka yakinlah akan terjadi kemaksiatan.


sumber

teman